Minggu, 11 Agustus 2013

Surga itu ada di keridhoan mereka

Pertama-tama mau ngacungin jempol dulu buat para sekelompok perantau. Yang baru, maupun yang udah lama ngerantaunya.Apalagi niat ngerantaunya buat ibadah dan bahagiain orangtua, dengan cara halal dan langkah-langkah yang Allah restu dan ridhoin.
Saat pertama kali tau bakal ngerantau di Tanah Palembang ini, dikiranya gampang-gampang aja gitu. Nyelow, dan yaudah dibawa santai aja gitu. Tapi ternyata, banyak banget evaluasi, pelajaran dan hikmah dari semua ini. Tentunya dengan Ridho Allah.
Sekitar 40 hari,Insyaallah saya berada disini, perantau dari ibukota. Dengan perjuangan orangtua yang bela-belain nganterin ke lokasi plus nyiapin serba-serbi keperluan anak kosan. karena saking senengnya anaknya diterima Kerja Praktek di PT.PUSRI, Palembang. Pesan ini pesan itu disampaikan dengan penuh semangat, namun bercampur dengan nada khawatir.

Setelah puas muter-muterin kota yang saya kagumi ini, plus jalan-jalan santai di tepi sungai musi, sambil juga memandangi keindahan jembatan Ampera, yang begitu kokoh berdiri di tengah perairan sungai Musi kami bertiga, saya,umi dan bapak menikmati beberapa makanan khas kota ini, salah satunya adalah tekwan. Waah, indah banget, ditepi sungai musi kami menikmati kekayaan alam ini. Itu adalah sarapan sebelum mereka kembali ke ibukota.

Pulang jalan-jalan, umi dan bapak menyiapkan beberapa perlengkapan untuk kepulangan mereka ke ibukota. Sebelumnya kami juga menyempatkan diri, untuk mampir ke Masjid Agung Palembang, yang enggak kalah kokohnya sama Jembatan Ampera. Juga membeli beberapa buah pempek-pempek buat buah tangan yang akan dibawanya ke Jakarta.

Waktu tepat menunjukan pukul satu siang. Mereka telah bersiap. Namun, hati saya semakin gak enak. Semakin berat buat menyadari kalo saya bakal ditinggal sendiri di pulau ini. Walaupun komplek kosan saya, terdapat banyak orang, tapi tetap aja. Saat foto2 sama umi, saya gak kuasa menahan tangis, saya memeluk beliau dengan air mata yang sangat deras. Beliau memeluk dan mencium saya, dan berpesan “Umi yakin ridha sanggup, Ridha bisa bertahan, yang paling penting Umi udah nitipin Ridha ke Allah”



Saya menemani mereka berdua sampai bandara. Setelah itu, saya kembali ke kosan. Sepanjang perjalanan, saya terus membayangkan orang-orang yang sudah ditinggal orang tuanya bukan hanya beda pulau, tapi juga beda dunia. Yaitu para teman yang kedua orang tuanya sudah meninggal. Detik ini, saya baru menyadari, arti sebenar-sebenarnya kebersamaan dengan orangtua tercinta. Saya sangat bersyukur, Allah memberi saya kesempatan saya untuk benar-benar evaluasi dan memperbaiki diri saya untuk menjadi Insan yang lebih baik lagi, di Tanah Palembang ini. Demi mereka, yang setia berdo’a dan berkorban untuk saya dan kakak2 saya yang lain. Insyaallah, dengan kasih sayang Allah yang tak perlu diragukan lagi, Insyaallah saya bisa survive, dan melakukan yang terbaik untuk mereka. Saya pun berdo’a agar teman-teman juga bisa menjadi yang terbaik untuk orangtua-orangtua kalian. Oke. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar