Minggu, 11 Agustus 2013

Bukan dengan siapa kita menikah, tapi karena apa

Hampir sebulan sejak kepulangan saya dari Palembang, banyak hal yang ingin saya sharingkan tentang Proposal Taaruf To Allah. Alhamdulillah dengan Ridho-Nya, rasanya hati ini makin mantap dengan keinginan  untuk menikah. Jika waktu itu, saya kurang mengerti apa makna menikah  sesungguhnya, namun saat ini dengan izin-Nya saya terus menambah ilmu tentang pernikahan.


Bukan dengan siapa kita menikah, namun karena apa. 
Kalau alasan-nya karena Allah insyaallah Allah tanamkan cinta diantara suami istri itu cinta yang kekal, sampai akhirat kelak.
Visi dan impian saya, boleh dikatakan makin menggila. Namun yah itu, halangannya adalah masalah lingkungan yang terkesan kurang mendukung, tidak yakin, dan serangkaian kenegatifan lainnya. Ternyata benar apa yang dipaparkan banyak buku motivasi, bahwa kita justru yang harus terus mencari dan menciptakan lingkungan tersebut, sekalipun itu sulit.


Dengan menikah, saya akan didukung penuh oleh suami dan orangtua untuk mencapai impian-impian saya. Saya sering tumpahkan segala keluhan pada Allah, bahwa saya butuh makhluk-Mu Ya Rabb yang selalu mengusap air mata saya ketika saya sedih, selalu memeluk saya dengan kehangatan nya ketika saya jatuh dan berada di keadaan terpuruk. Bahkan menjadi sahabat yang selalu percaya akan hal apapun yang saya lakukan, ditengah ejekan dan hinaan orang. Semua itu dilakukan dengan ikatan yang sudah Kau halalkan Ya Rabb.


Saya sampaikan semua kriteria suami saya pada Allah. Ketika dunia bukan lagi menjadi tujuan utama. Saya bermuanajat kepada yang Maha Baik, yaitu Allah. Bahwa tujuan saya menikah adalah untuk menyempurnakan iman, mendouble-kan ibadah, dan pastinya Tujuan saya adalah diri-Mu ya Allah. Bukan materi yang saya cari, walaupun memang kedepannya sangat penting. Namun materi dapat dicari ketika iman sudah kokoh,sudah kuat, tauhid sudah tak diragukan. Ketika Allah menjadi satu-satunya pondasi , terkadang kalau saya tidak punya perasaan sedih atau khawatir, malah saya takut. Takut Allah sedang tidak memperhatikan saya. Tapi saya pun bersyukur, Allah selalu menyempurnakan semua perasaan yang menghampiri hati saya. Kadang saya sedih, kadang bahagia, kadang takut. Dan saya bersyukur, tandanya saya masih hidup.


Menikah, bukan hanya untuk saya. Justru untuk orang-orang sekitar saya. Ketika menikah, zhahir kami dua jadi satu. Kita akan saling mendukung satu sama lain. Apa yang tidak bisa suami kerjakan, maka saya yang bisa menghandle. Begitu sebaliknya. Saya tidak sabar, untuk selalu berkarya untuk Allah. Bukan berarti saya tidak semangat saat masih sendiri, namun akan lebih indah ketika saya melakukannya berdua dengan seorang imam terbaik yang Allah kirimkan untuk saya.
Ibadah, itu sejatinya harapan saya dalam pernikahan ini. Pernikahan adalah simbol terbukanya pintu-pintu rezeki yang ketika sendiri itu masih tertutup rapat. Bahkan bukan hanya simbol, tapi itulah arti pernikahan sesungguhnya.


Ketika sebuah kecupan, pelukan dan belaian halal menjadi suatu ibadah yang membuahkan pahala, detik itulah saya sangat mengistimewakan sebuah pernikahan.

Saya ingin bersamanya Ya Allah, dalam suka duka. Dalam keadaan yang Engaku ridhoi dan kasihi. Bukan hubungan yang Kau murkai.

Jadikan kami suami dan istri, yang agung ikatannya dihadapan-Mu. Membangun keluarga sakinah mawadah warohmah, menebar manfaat dan dakwah untuk orang lain. Kami tidak ingin masuk surga sendiri ya Allah, kami ingin kami dan sekitar kami ikut dalam golongan orang-orang yang masuk ke dalam Surga-Mu. Aku butuh dia ya Allah, kekasihmu yang saat ini pula sedang menunggu kehadiranku dengan ketaatannya kepada-Mu, menyempurnakan ibadah-ibadahnya, berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pantas dihadapan-Mu, untuk menjadi imamku dunia Akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar