Hampir sebulan sejak kepulangan
saya dari Palembang, banyak hal yang ingin saya sharingkan tentang Proposal
Taaruf To Allah. Alhamdulillah dengan Ridho-Nya, rasanya hati ini makin mantap
dengan keinginan untuk menikah. Jika waktu
itu, saya kurang mengerti apa makna menikah sesungguhnya, namun saat ini dengan izin-Nya
saya terus menambah ilmu tentang pernikahan.
Bukan dengan siapa kita menikah,
namun karena apa.
Kalau alasan-nya karena Allah insyaallah Allah tanamkan cinta
diantara suami istri itu cinta yang kekal, sampai akhirat kelak.
Visi dan impian saya, boleh
dikatakan makin menggila. Namun yah itu, halangannya adalah masalah lingkungan
yang terkesan kurang mendukung, tidak yakin, dan serangkaian kenegatifan
lainnya. Ternyata benar apa yang dipaparkan banyak buku motivasi, bahwa kita
justru yang harus terus mencari dan menciptakan lingkungan tersebut, sekalipun
itu sulit.
Dengan menikah, saya akan
didukung penuh oleh suami dan orangtua untuk mencapai impian-impian saya. Saya
sering tumpahkan segala keluhan pada Allah, bahwa saya butuh makhluk-Mu Ya Rabb
yang selalu mengusap air mata saya ketika saya sedih, selalu memeluk saya
dengan kehangatan nya ketika saya jatuh dan berada di keadaan terpuruk. Bahkan
menjadi sahabat yang selalu percaya akan hal apapun yang saya lakukan, ditengah
ejekan dan hinaan orang. Semua itu dilakukan dengan ikatan yang sudah Kau
halalkan Ya Rabb.
Saya sampaikan semua kriteria
suami saya pada Allah. Ketika dunia bukan lagi menjadi tujuan utama. Saya
bermuanajat kepada yang Maha Baik, yaitu Allah. Bahwa tujuan saya menikah
adalah untuk menyempurnakan iman, mendouble-kan ibadah, dan pastinya Tujuan
saya adalah diri-Mu ya Allah. Bukan materi yang saya cari, walaupun memang
kedepannya sangat penting. Namun materi dapat dicari ketika iman sudah
kokoh,sudah kuat, tauhid sudah tak diragukan. Ketika Allah menjadi satu-satunya
pondasi , terkadang kalau saya tidak punya perasaan sedih atau khawatir, malah
saya takut. Takut Allah sedang tidak memperhatikan saya. Tapi saya pun
bersyukur, Allah selalu menyempurnakan semua perasaan yang menghampiri hati
saya. Kadang saya sedih, kadang bahagia, kadang takut. Dan saya bersyukur,
tandanya saya masih hidup.
Menikah, bukan hanya untuk saya.
Justru untuk orang-orang sekitar saya. Ketika menikah, zhahir kami dua jadi
satu. Kita akan saling mendukung satu sama lain. Apa yang tidak bisa suami
kerjakan, maka saya yang bisa menghandle. Begitu sebaliknya. Saya tidak sabar,
untuk selalu berkarya untuk Allah. Bukan berarti saya tidak semangat saat masih
sendiri, namun akan lebih indah ketika saya melakukannya berdua dengan seorang
imam terbaik yang Allah kirimkan untuk saya.
Ibadah, itu sejatinya harapan
saya dalam pernikahan ini. Pernikahan adalah simbol terbukanya pintu-pintu
rezeki yang ketika sendiri itu masih tertutup rapat. Bahkan bukan hanya simbol,
tapi itulah arti pernikahan sesungguhnya.
Ketika sebuah kecupan, pelukan
dan belaian halal menjadi suatu ibadah yang membuahkan pahala, detik itulah saya
sangat mengistimewakan sebuah pernikahan.
Saya ingin bersamanya Ya Allah,
dalam suka duka. Dalam keadaan yang Engaku ridhoi dan kasihi. Bukan hubungan
yang Kau murkai.
Jadikan kami suami dan istri,
yang agung ikatannya dihadapan-Mu. Membangun keluarga sakinah mawadah warohmah,
menebar manfaat dan dakwah untuk orang lain. Kami tidak ingin masuk surga sendiri ya Allah, kami ingin kami dan sekitar kami ikut dalam golongan
orang-orang yang masuk ke dalam Surga-Mu. Aku butuh dia ya Allah, kekasihmu
yang saat ini pula sedang menunggu kehadiranku dengan ketaatannya kepada-Mu,
menyempurnakan ibadah-ibadahnya, berusaha sekuat tenaga untuk menjadi pantas
dihadapan-Mu, untuk menjadi imamku dunia Akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar