Dipilih dan memilih, dicintai dan
mencintai, dimengerti dan mengerti, diperhatikan dan memperhatikan adalah
impian setiap insan. Apalagi urusan jodoh. Siapa yang tidak ingin dijodohkan
dengan pria atau wanita yang selama ini kita idam-idamkan. Pria atau wanita
yang dengan hadirnya dia dalam hidup kita membuat kita lebih semangat untuk
menjalaninya. Dengan hadirnya dia, hidup kita menjadi lebih indah, lebih
berwarna. Bahkan, kisah cinta seperti itu telah di film kan dengan berbagai
judul.
Memang indah moment jatuh cinta itu. Tanpa sadar pemikiran kita menjadi lebih
subjektif dibandingkan dengan sebelumnya. Hal yang dilakukan oleh orang yang kita cintai
semuanya benar , tak ada cacat sedikitpun. Bahkan
ketika hati kita sakit dengan beberapa kalimat yang dia ucapkan, kita malah menyesali perbuatan kita. Merasa kita selalu yang salah dan kurang
sempurna. Tak jarang, kita menyesalinya
terus menerus dan berlarut-larut.
Love is blind. Apa iya?
Kita akan terus berusaha mencapai
cinta yang kita harapkan, meski terlihat sulit, penuh perjuangan dan juga
pengorbanan, hati, harta dan raga. Namun, sudah yakinkah kita dengan cinta yang
kita perjuangkan itu. Apakah kita yakin, itu cinta yang kita harapkan atau kita
terlalu jauh berharap atas cinta yang mungkin bukan untuk kita.
Kita menjadi bukan diri kita. Memaksakan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak biasa kita lakukan. Menjadi sempurna di
depannya. Kalau itu yang dilakukan. Sejatinya itu bukan cinta. Itu nafsu.
Cinta bisa jadi subjektif. Merasa
dia mencintai kita juga. Padahal bisa saja dia hanya menghargai kita sebagai
seorang teman, sahabat, atau sebatas mitra bisnis. Itu yang berbahaya. Cinta bertepuk
sebelah tangan. Kita sudah terlalu jauh berharap. Ketika sudah sampai ujungnya,
kita tau semua bukan yang kita rencanakan. Pupus semua harapan. Sakit hati
menjadi pilihan. Air mata menemani jeritan tangis yang juga tak kunjung padam.
Hai! Bangkit kawan!
Rencana manusia bukan rencana
Tuhan.
Itulah yang Allah tidak mau. Kita
terlena pada cinta yang bukan sesungguhnya cinta. Kita terlalu berfokus pada
apa yang ingin kita dapatkan. Seolah-olah egoisme sudah mencapai puncak. Segalanya
ingin kita miliki. Lalu bagaimana bisa kita miliki, kalau memang dia bukan
milik kita.
Sudahlah, ikhlaskan.
Kalau kita memang harus melalui scene itu dalam scenario Allah. Bersyukurlah.
Allah menyayangi kita dengan segala kekuasaan yang Dia miliki.
“ Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun
kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan kepadamu” ( QS. Fussilat : 30)
Kembalilah pada Allah, dengan
segala keyakinan yang kita miliki. Lipatgandakan frekuensinya.
Pasti akan ada seseorang yang
Allah kirim, untuk menjadi pasangan kita. Tak usah dipaksakan, kalaupun harus
diikhtiarkan , ikhtiarkanlah pada porsinya. Tak usah berlebihan.
Biarlah Allah yang mengatasi
kesedihan kita. Allah yang menuliskan scenario
ini. Sungguh biarkan Allah saja yang menentukan cinta sejati kita. Siapa yang
kita pilih dan karena apa kita dipilih.
Maka jadikan Allah sebagai
sandaran, terminal akhir kehidupan cinta kita. Untuk Allah lah segala cinta
kita, sumber dari segala cinta.
Azzamkan pada diri
“ Aku dipilih dan memilih karena
Allah”
Sampai ketemu di Jannah , Muslimah J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar